Saturday, 6 February 2016

Kali ini kita akan membahas tentang Contoh Kalimat Menggunakan Kata "putih". Semoga artikel ini bermanfaat, aamiin.

Contoh Kalimat Menggunakan Kata "putih"


Bagaimana membuat kalimat dengan menggunakan kata "putih" dalam bahasa Indonesia? Dengan melihat dan mempelajari contoh-contoh kalimat dari kata "putih", kita akan terbantu untuk memahami arti dan pengertian dari kata tersebut. Perlu juga kalian pahami bahwa arti dan makna kata tersebut bisa berbeda untuk kalimat-kalimat yang tidak sama.

Untuk lebih jelasnya, contoh kalimat yang menggunakan kata "putih" dapat dilihat pada beberapa kalimat yang dikumpulkan dari berbagai sumber di internet seperti berikut ini.
Membuat Kalimat dari kata

Contoh-contoh Kalimat yang Menggunakan Kata "putih"

  1. Yang putih ya.
  2. Berapa harga yang putih termasuk pajak?
  3. Selarik sinar putih menyilaukan berkiblat.
  4. Dua orang tua berjubah putih maju ke depan.
  5. Tiga sinar putih menyilaukan membelah udara.
  6. Ada DX putih berhenti tidak jauh dari mereka.
  7. Wajahnya bulat telur dan kulitnya putih mulus.
  8. Giginya yang putih berbaris, cemerlang sekali.
  9. Orang tua berjubah putih memandang berkeliling.
  10. Bunga api putih dan kuning menerangi tempat itu.
  11. Tubuhnya hanya tinggal bayang-bayang putih saja.
  12. Dua sinar putih panas dan menyilaukan menyambar!
  13. Jangan sampai kulit yang putih mu­lus itu lecet!
  14. Bagian putih itu adalah akibat tumpahan air panas.
  15. Lelaki berambut dan berjenggot putih itu menaongak.
  16. Semen putih telah diproduksi secara massal di pabrik.
  17. Sebelah mukanya berwarna putih sebelah lainnya hitam.
  18. Kecapi itu terdengar berdering! Sinar putih menyambar.
  19. Pakaian dan rambut putih mereka tampak berkibar-kibar.
  20. Kakek raksasa rambut putih itu sungguh ganas bukan main.
  21. Harimau putih besar terjajar ke belakang, mengaum keras.
  22. Tiba-tiba ada sinar kecil putih meluncur ke arah mukanya.
  23. Kemeja putih Ayu memang hampir penuh oleh coretan-coretan.
  24. Meraba-raba lehernya yang putih mulus, meraba-raba pipinya.
  25. Kraak! Tongkat kakek mata putih patah tiga mental ke udara.
  26. Yang berwarna merah Cakra Jantan dan yang putih Cakra Betina.
  27. Warna putih bagai kapas halus mengambang di pucuk-pucuk padi.
  28. Gadis-gadis kampung membenamkan betis mereka yang putih alami.
  29. Giginya yang berbaris putih adalah keindahan yang dimilikinya.
  30. Anda melihat sebuah bangunan putih di seberang jalan.. Itu dia.
  31. Akan tetapi raksasa rambut putih itu sudah tidak berada di situ.
  32. Remaja, bagian dadanya berwarna berontok putih dan coklat karat.
  33. Seseorang berjubah putih dan memegang tongkat keluar dari warung.
  34. Hancuran batu dandebu berhamburan mengotori jubah putih sang datuk.
  35. Kubah putih bagai paying raksasa itu meneduhi orang-orang di bawahnya.
  36. Keng Han merasa terharu sekali ketika menerima sabuk sutera putih itu.
  37. Wajahnya yang putih pucat sukar dilukiskan ketika dia berteriak geram.
  38. Paling-paling umur dua puluh tiga-an, bisik Roy. Kulitnya putih bersih.
  39. Pakaiannya juga putih mulus dan halus, tidak ada bekas pekerjaan berat.
  40. Kulitnya putih bersih, jarang terkena debu jalan dan sengat matahari siang.
  41. Dengan cepat dikeluarkannya gulungan kain putih dari dalam saku pakaiannya.
  42. Dan nona itu pula yang memegang ujung sabuk sutera putih yang melibat tubuhnya!
  43. Kapur putih merupakan komponen utama dan bata yang terbuat dari pasir dan kapur.
  44. Sinar putih seperti pecah bertaburan membuat udara sesaat jadi terang benderang.
  45. Remaja bandel yang sedang kesepian itu, menutupkan kertas putih itu ke wajahnya.
  46. Bersamaan dengan itu dari jurus yang sama melesat satu cahaya putih menyilaukan.
  47. "Saya minta bukti hitam di atas putih bagi komitmen itu," kata Gubernur Sutiyoso.
  48. Penuh nafsu Datuk Lembah Akhirat ciumi punggung putih berlemak dan berkeringat itu.
  49. Rambutnya sudah putih semua dibiarkan tergantung di sekeliling pundak dan lehernya.
  50. Sinar putih perak menyilaukan dan menghampar hawa panas berkiblat berbuntal-buntal.
  51. Selarik sinar putih menderu berkeluk-keluk di udara, itulah benang sakti andalannya.
  52. Rambut putih Sabai Nan Rancak yang tergerai riap-riapan putus sepanjang dua jengkal.
  53. Apa itu? Ini rahasianya: minum telur kampung kuning dan putih telor sehari 15 butir.
  54. Ketika Rita mau naik teras rumah, sekelebat bayangan putih melintas jauh dibelakang.
  55. Semen putih adalah semen portland yang kadar oksida besinya rendah, kurang dari 0.5%.
  56. Warna merah lagit itu bertepi kuning emas dan di sana sini nampak awan putih kebiruan.
  57. Paru-parunya kalau dironsen mungkin berwarna putih juga, seperti termangsa flu burung.
  58. Wajahnya penuh brewok seperti muka harimau dan brewok serta rambutnya sudah putih semua!
  59. Sedangkan klon kumis kucing yang ditanam di Indonesia adalah Klon berbunga putih dan ungu.
  60. Bulu dadanya putih pucat dan terlihat titik-titik bulat panjang berwarna coklat kehitaman.
  61. Lalu cepat sekali dia menuangkan bubuk putih kelabu yang ada dalam kantong kedalam mulutnya
  62. Pemuda berpakaian putih tampak melangkah ke arah semak belukar yang tadi dirambas Hijau Dua.
  63. Siapa kenai pada dirimu yang ditutup dengan cadar begitu rupa! jawab kakek berjubah putih de
  64. Sesuai jasanya Pengiring Mayat Muka Merah layak diberi hadiah perempuan berpakaian putih itu.
  65. Warna putihnya pun bermacam- macam, mulai dari putih kebiru-biruan sampai kekuning- kuningan.
  66. Edan! teriak si bopeng ketika dia merasakan ada sinar putih perak menyambar panas luar biasa.
  67. Si jubah putih tetap tenang walau hatinya terasa berdebar sedang si kaki kayu seperti tak acuh.
  68. Senjatanya terlalu berat dan lamban, sedangkan gadis baju putih itu memiliki gin-kang istimewa.
  69. Sepasang pinggul besar berlemak naik turun mengikuti gerakan dua pangkal paha putih dan gempal.
  70. "Tidak ada kulit hitam Amerika, kulit putih Amerika, Latino atau Asia Amerika, kita satu bangsa.
  71. Yang lain lalu berhenti mengeroyok gadis berpakaian putih yang bukan lain adalah Souw Cu In itu.
  72. Seorang lelaki dengan blue jeans dan T-shirt putih menyender di sebuah pohon di seberang sekolah.
  73. Lalu sekali tangan kanannya bergerak, Cakra Dewa putih melesat ke arah Pendekar 212 Wiro Sableng.
  74. Mukanya yang tertutup sutera putih dari batas hidung ke bawah itulah yang menarik perhatian orang.
  75. Saat itu juga pada permukaan telapak tangan Wiro muncul gambar kepala harimau putih bermata hijau.
  76. jangan kanannya yang masih mengeluarkan cahaya putih perak kini memegang sebilah kapak bermata dua.
  77. Dengan tangan kirinya Datuk Lembah Akhirat me-mukul, ke arah sinar putih panas yang datang menyusul.
  78. Cahaya putih dingin menyilaukan bertabur bersamaan dengan berkiblatnya cahaya putih perak dan panas.
  79. Lagi-lagi lelaki bercelana jeans belel dan oblong putih itu mencegat si manis ketika istirahat kedua.
  80. Wanita itu bersenjatakan sabuk sutera putih dan gerakannya ringan seperti seekor burung bangau putih.
  81. Semua bidak diletakkan di atas papan catur dalam 2 sisi, yaitu kubu putih dan kubu hitam (Gambar 2.2).
  82. Begitu memasuki mulut kampung sebuah gerobak yang ditarik seekor^sapi putih bergerak deras ke arahnya.
  83. Kemudian dia ter­ingat akan kakek raksasa rambut putih dan ular merah, maka dia cepat bangkit du­duk.
  84. Ulama dengan latar belakang orang-orang berbaju putih dan selalu membacakan tahlil terus berkomat-kamit.
  85. Hemmm ... . Datuk Lembah Akhirat gigit tengkuk Buli-Buli yang melembung putih ditumbuhi bulu-bulu halus.
  86. Dari muka dan tangan yang nampak dapat diketahui bahwa gadis itu memiliki kulit yang putih mulus kemerahan.
  87. Semakin banyak minyak pelumas yang ikut dalam proses pembakaran, semakin banyak warna putih dalam gas buang.
  88. Ku­lit dada itu putih bersih, sama sekali tidak ada tanda telapak tangan merah seperti yang seharusnya ada.
  89. Dan ketika Keng Han menoleh, ternyata yang menangkis itu adalah nona berpakaian putih dan berkedok putih itu.
  90. Berbaur dengan asap nampak tubuh berkain putih kelihatan melayang, kemudian menudingkan tanganya dengan kaku.
  91. Melihat ini, pemilik rumah makan lalu berlari keluar dan berlutut di depan ka­ki orang berpakaian putih itu.
  92. Bahan baku yang digunakan harus kapur mumi, lempung putih yang tidak mengandung oksida besi dan pasir silika.
  93. Meskipun halaman itu gelap namun benda yang ada di dalam kantong, berupa bdbuk putih kelabu nampak berkilauan.
  94. Kedua matanya yang besar tampak menyeramkan karena ada lapisan putih yang menutupi bagian bola mata yang hitam.
  95. Di kedua anggauta muka itulah letak inti daya tarik Kwi Hong. Dagunya runcing dan lehernya panjang putih mulus.
  96. Pertambangan di Malaysia menghasilkan timah putih (terbesar dunia), bouksit, batu bara, besi, tembaga, dan emas.
  97. Kami datang membawa kembang tujuh rupa, telur ayam tujuh butir, madu tujuh mangkuk dan rokok putih tujuh batang.
  98. Juga tidak ada minuman keras seperti arak atau anggur, yang ada hanya air putih jernih, atau air teh yang bening.
  99. Lo-mo terkejut dan cepat mengelak, akan tetapi ujung sabuk sutera putih yang panjang itu masih mengenai pundaknya.
  100. "Rupanya, pemimpin yang dibutuhkan bukan yang terlalu putih atau terlalu hitam, melainkan yang 'agak-agak' saja..."
  101. Sorang lelaki separo baya dengan pakaian putih tanpa kerah yang pernah kita lihat dikantor Tuan Munadi, dia senyum.
  102. Dengan menggunakan campuran 1:3, kapur putih dapat memperbaiki permukaan beton yang tidak mengandung pori – pori.
  103. Akan tetapi pemuda itu dapat mengelak atau menangkis sambil men­coba untuk menangkap ujung sabuk su­tera putih itu.
  104. Sinar putih membersitkan hawa dingin berkiblat ketika Pedang Naga Suci 212 dibabatkannya ke arah Datuk Lembah Akhirat.
  105. Tiba-tiba dua benda putih melesat di udara, menyambar ke arah tenggorokan dan bagian bawah perut Jagal iblis Makam Setan.
  106. Sekali tangannya bergerak, orang berpakaian putih berhasil menjambret lepas kain hitam penutup wajah lelaki di hadapannya.
  107. Pouw Sen berusia empat puluh tahun, ketua cabang di timur, bertubuh tinggi kurus dan mukanya putih tanpa kumis atau jenggot.
  108. Agaknya ia memang haus sekali, ia tersenyum memperlihatkan deretan gigi putih yang rapi dan memberikan guci kepada kakaknya.
  109. Tangan kanannya langsung memancarkan cahaya putih perak menyilaukan tanda dia telah menyiapkan pukulan sakti Sinar Matahari.
  110. Walaupun berkata begitu, kakek yang rambut dan janggutnya putih itu tetap memandang batang kail yang terbenam kedalam sangai.
  111. Tahulah dia bahwa gadis bercadar putih ini pun merupakan se­orang murid dari Ang Hwa Nio-nio atau sumoi dari Bi-kiam Nio-cu.
  112. Jelas bahwa yang disebut sumoi oleh gurunya itu adalah nona berpakaian serba putih yang mukanya ditutupi saputangan putih itu.
  113. Di atas baki yang dibawa gadis itu, terletak sehelai kain merah putih terlipat rapi yang berumbai-umbai pada keempat ujungnya.
  114. Pesta dilanjutkan dan berguci-guci arak disuguhkan ke meja Tay-lek Kwi-ong yang minum arak seperti orang minum air putih saja.
  115. Benda itu berjentring keras, sinar putih menyilaukan menyambar dan peda-taran batu di depan kaki DatuK Sora Gandama terbongkar.
  116. Jika digunakan sebagai bahan tambah campuran beton, kapur putih akan menambah kekenyalan dan memperbaiki sifat pengerjaan beton.
  117. Disambarnya dayung baja yang disandarkan pada meja tadi dan kini dia menyerang dengan ganasnya kepada gadis berpakaian putih itu.
  118. Tangan Karto membuka tutup kain putih pada bagian wajahnya dari mayat itu... wajah tommy yang pucat dengan mata seluruhnya putih.
  119. Dan dia melihat pula seorang kakek yang bajunya berkembang penuh tambalan, rambutnya sudah putih semua dan dibiarkan riap-riapan.
  120. Kalian orang-orang golongan putih ternyata pengecut semua! Mau mengeroyokku hah?! Silahkan maju ramai-ramai! Lebih dekat lebih baik!
  121. Dan Nona, terima kasih bahwa engkau telah menyelamatkan nyawaku! katanya pula kepada gadis berpakaian putih itu sambil memberi hormat.
  122. Dari balik pakaian birunya Bidadari Angin Timur keluarkan sebilah senjata bermata dua yang memancarkan cahaya putih perak menyilaukan.
  123. Mengapa pakaiannya serba putih dan mengapa pula wajahnya bagian bawah ditutupi sutera putih? Wajah itu pasti cantik jelita luar biasa.
  124. Datuk! Buka matamu lebar-lebar! Lihat sendiri! Barangnya tidak beda dengan barangmu! Hanya dia putih kau hitam! Hik ... hik ... hik!
  125. Dewi... ? Ha... Ha... Ha! Ingin sekali aku melihat bagaimana tampang Dewi kalian Ku! kata si jubah putih pula lalu turun dari kudanya.
  126. Ah... ah... ah! Panjang umurnya! Baru disebut sudah datang! Kaliankah penghuni Lembah Bangkai ini?! kakek yang berjubah putih bertanya.
  127. "Niocu, untuk melawanmu tidak perlu aku mempergunakan senjata!" kata Keng Han sambil mengikatkan sabuk sutera putih itu di pinggangnya.
  128. Cia Kun, mengeluarkan sebatang pedang dari punggungnya dan mencabut, sebuah kipas putih dari pinggangnya, lalu berkata sambil tersenyum.
  129. Orang-orang tua berwajah putih bersih dengan garis-garis kebahagiaan yang tergurat pada kulit mukanya, dia berjalan dengan seorang bocah.
  130. berpakaian putih yang ternyata adalah Pendekar 212 Wiro Sableng memungut tabung bambu yang tercampak di tanah dan menyumpalkan penutupnya.
  131. "Hemmm, pedangmu sudah kauberikan kepada kekasihmu, bagaimana engkau akan melawan aku? Dengan sabuk sutera putih pemberian kekasihmu itu?"
  132. Dengan cepat dibukanya tali ini lalu dari dalam kantong yang kini terbuka ditebarkannya sejenis bubuk berwarna putih kelabu ke dalam tambak.
  133. Dengan cepat dibukanya sumbat kain di salah satu ujung bambu lalu bubuk putih kelabu yang ada dalam bambu itu dipercikkan-nya ke dalam sumur.
  134. Memandang ke depan Raden Cokro Ningrat melihat seorang pemuda berambut gondrong sebahu berikat kepala kain putih tegak dengan kaki merenggang.
  135. Dengan itu, ia dapat memproyeksikan citra matahari ke sebuah kertas putih yang ditandai dengan sebuah lingkaran yang berdiameter 15 sentimeter.
  136. Jantung Keng Han berdebar tegang! Itulah gadis berpakaian putih yang menjadi sumoi dari Bi-kiam Nio-­cu! Jelas bahwa gadis itu telah tertotok.
  137. Hyaaaaattt.... ahhhhh! Dia berseru dengan suara melengking dan dari kedua telapak tangannya nampak sinar putih kebiruan menyambar ke arah lawan.
  138. Kalau dia berapa di tangan kita dalam keadaan hidup-hidup berarti kita punya satu kekuatan untuk membuat para tokoh golongan putih tidak berdaya.
  139. Ya, meskipun yang sering terjadi, orang berseragam putih itu diberi hak untuk tahu bahwa koruptor ini sedang sakit, koruptor itu perlu istirahat.
  140. Tapi udara dingin masih membungkus kawasan Telaga Gajahmungkur termasuk bagian barat dimana para tokoh golongan putih rimba persilatan berkumpul.
  141. Cahaya keemasannya menyebar di layar timur, seperti hendak merangkul keempat menara di keempat sudut bangunan seperti masjid yang serba putih itu.
  142. Lalu dia memetik ke enam tali kawat kecapi skaligus! Terjadilah hal yang luar biasa! Enam sinar putih menyambar laksana enam petir menghantam bumi.
  143. Satu sinar putih berkiblat di udara membentuk setengah lingkaran yang ujungnya laksana gerinda besi menyambar ke batang leher Datuk Lembah Akhirat.
  144. Tiba-tiba Dewa Sedih angkat tinggi-tinggi pakaiannya berupa selempang kain putih sedang Dewa Ketawa turunkan celana hitam gombrongnya sampai ke paha.
  145. Lo-mo tertawa puas dan memanggul tubuh yang ramping itu, lalu mengambil sabuk sutera putih itu dan menggunakan­nya untuk mengikat kedua tangan Cu In.
  146. Dari segi perwajahan, rubrik ini selalu ditampilkan dengan latar belakang warna putih dan dilengkapi oleh aksen warna berbeda-beda pada setiap edisinya.
  147. Semen putih digunakan untuk membuat star ubin/keramik dan benda yang, lebih banyak nilai seninya, tetapi biasanya tidak digunakan untuk bangunan struktur.
  148. Jauh di depan sana terdengar pekik Datuk Sora Gamanda ketika tangan kirinya sebatas bahu putus dihantam sinar putih yang menyambar keluar dari kawat kecapi.
  149. Karena Wiro Sableng masih tak mau menerima akhirnya Resi Mandra Botama menyisipkan Cakra Dewa yang putih lalu berdiri dan melangkah mundur ke sudut ruangan.
  150. Tak lama kemudian dia berpapasan de­ngan seorang wanita yang aneh. Wanita itu memakai sehelai saputangan sutera putih menutupi mukanya dari hidung ke bawah.
  151. Kakinya dipangkukan satu sama lain hingga pahanya yang gempal besar dan putih terlihat jelas, menyilaukan pandangan Datuk Lembah Akhirat, merangsang darahnya.
  152. Si kaki kayu mengomel panjang pendek sedang si jubah putih dengan tenang mulai melangkah turun mengikuti Hijau Satu disusul Si Kaki Kayu lalu si pakaian biru.
  153. Mukanya bulat telur kulitnya putih mulus, mata agak lebar dan hidungnya mancung, mulutnya selalu tersenyum agak menengejek dan dihias lesung pipit di pipi kiri.
  154. Pendekar 212 tersentak mendengar teriakan Ka-kek Segala Tahu itu sementara Datuk Lembah Akhirat tidak mengerti apa arti ucapan orang tua bermata putih buta itu.
  155. Tapi tak kelihatan sang surya! Olala ... . Apakah alam tidak lagi bersahabat dengan manusia? Kakek bermata putih buta ini kembali kerontangkan kaleng rombengnya.
  156. Namun saat itu sang Datuk yang tidak cidera sedikitpun akibat hantaman tadi telah lebih dulu berkelebat seraya mengibaskan gulungan kain putih di tangan kanannya.
  157. Ketika perahu itu tiba di seberang sungai, dari perahu mereka dapat melihat seorang wanita berpakaian putih sedang dikeroyok oleh belasan orang yang memegang pedang.
  158. Tak lama setelah itu tubuhnya meluncur melewati sebuah pintu aneh lalu merosot terjun memasuki sebuah ruangan besar berwarna putih yang diterangi banyak lampu minyak.
  159. Proses penyerahan perintah kelja kepada kepala produksi, yaitu menyerahkan perintah kelja lembar berwama putih kepada kepala bagian produksi dan bahan untuk produksi.
  160. Semua orang menyaksikan bagaimana tubuh Pendekar 212 mulai dari pinggang ke atas telah berbuah menjadi sosok seekor harimau besar berbulu putih bermata hijau menyorot!
  161. Apa katamu Ki Juru Tenung?! Bangsat ini adalah salah seorang tokoh silat golongan putih yang harus kita habisi! Sekarang kau mencegah aku membunuhnya! Kau sudah gila?!
  162. I Sub I PO I Memo dan menyiapkan lembar invoice berwarna putih bagi konsumen yang telah membayar DP, atau lembar berwarna merah bagi konsumen yang telah membayar lunas.
  163. Keng Han segera mengenal Swat-hai Lo-­kwi, kakek raksasa rambut putih yang dulu pernah memukulnya ketika mereka bertemu di Pulau Hantu. Maka dia se­gera menghadapinya.
  164. Lalu dari bungkusan yang tadi dibawa Tapak Jingga dikeluarkan benda-benda yang disebutkan itu, diletakkan diatas daun beralaskan kain putih dan dikembangkan di atas batu.
  165. Sementara itu, kakek raksasa rambut putih kini diserang oleh puluhan, bahkan ratusan ular merah! Dia sibuk berloncat­an ke sana sini sambil mengibaskan ke­dua tangannya.
  166. Gadis itu tertawa dan Goan Ciang memejamkan mata lagi untuk melihat kilatan gigi putih seperti mutiara berderet, ujung lidah yang merah dan rongga mulut yang lebih merah lagi.
  167. Ia seorang gadis berusia kurang lebih sembilan belas tahun, cantik dan berkulit putih mulus, rambutnya hitam panjang diikat ke belakang dengan sanggul manis di atas kepalanya.
  168. Kecepatan gerakan Cu In membingungkan Lam-hai Koai-jin. Sabuk sutera putih yang dimainkan Cu In bagaikan kilat menyambar-nyambar, atau bagaikan seekor naga bermain di angkasa.
  169. "Sekarang aku harus pergi, dan sekali lagi terima kasih atas pertolongan Ji-wi (Kalian)!" Setelah berkata demikian, gadis berpakaian putih itu lalu berkelebat lenyap dari situ.
  170. Gadis yang cantik jelita, mukanya berseri dengan senyum tenang, kulitnya putih mulus, kedua pipinya kemerahan, mata dan bibirnya manis sekali, rambutnya agak keriting dan panjang.
  171. yang hanya tinggal tulang belulang putih adalah mayat Sabrang Lor, seorang pendekar yang lebih dikenal dengan sebutan Pendekar Cabul Pemetik Bunga! Ah, sayang jalan begini pendek.
  172. Nama rubrik "Blaik" ditulis dengan warna putih yang terletak di tengah atas dan dilatarbelakangi dengan warna merah serta dilengkapi gambar ikon karakter tokoh khas rubrik "Blaik".
  173. Kapur putih ini cocok untuk menjernihkan plesteran langit – langit, untuk mengapur kamar – kamar yang tidak penting dan garasi, atau untuk membasmi kutu – kutu dalam kandang.
  174. Para tokoh silat golongan putih menyaksikan kejadian itu dengan mata tak berkesip dan tengkuk dingin! Tua Gila menarik nafas berulang kali menyaksikan kematian bekas kekasihnya itu.
  175. Akan tetapi sejak saat itu, bayangan wanita pakaian putih yang tertutup sebelah, bawah muka­nya itu seringkali muncul dalam pikiran Keng Han. Dia tidak dapat melupakan kerling itu!
  176. Alat bebunyian itu mengeluarkan suara berjentringan yang menggetarkan seantero gua, membuat telinga sakit dan ada sinar putih menyilaukan serta panas keluar dari setiap kawat kecapi.
  177. Usianya kurang lebih dua puluh tiga tahun, cantik jelita kulit mukanya putih mulus, pipinya kemerahan, mata dan bibirnya begitu manisnya sehingga setiap orang pria pasti akan tertarik.
  178. Beberapa kesibukan rutine dari pegawai-pegawai dikantor itu, seorang laki-laki separuh baya dengan pakaian sederhana berwarna putih tanpa kerah, rambutnya dsisr rapih, wajahnya bersih.
  179. Kemudian muncul pula Swat-hai Lo-kwi yang sudah tua dan rambutnya sudah putih semua itu! Swat-hai Lo-kwi datang bersama Tung-hai Lo-mo yang tidak pernah ketinggalan membawa dayung bajanya.
  180. Seorang di an­tara mereka segera dikenalnya sebagai kakek yang dahulu pernah memukulnya ketika mereka bertemu di Pulau Hantu. Kakek raksasa berambut putih itu tidak akan pernah dilupakan.
  181. Dukkkkk....! Dua buah lengan ta­ngan bertemu, lengan tangan yang ber­tulang besar dan berotot kekar melawan lengan tangan yang bertulang kecil dan berkulit putih halus seolah tidak berotot.
  182. Pouw Sen, ketua tinggi kurus muka putih yang memimpin cabang di timur berkata dengan nada memrotes, "Akan tetapi, kalau kita menghentikan serbuan-serbuan kita, berarti perjuangan kita mundur.
  183. Pada saat itu nampak bayangan putih berkelebat amat cepatnya dan sinar putih panjang menyambar ke arah Keng Han. Pemuda ini terkejut sekali, mengira bah­wa Ang Hwa Nio-nio yang menyerangnya.
  184. mana dan lebih dulu berlayar sampai ke pulau kosong itu, bertemu dengan raksasa rambut putih dan terjadi pertempuran di antara mereka. Akan tetapi Keng Han terbelalak melihat per­tempuran itu.
  185. Saat itu minuman rignan berkabonasi seperti Cola Cola, Sprite, 7 Up, dan Green Spot sedang naik daun sehingga gagasan menjual air putih tanpa warna dan rasa, bisa dianggap sebagai gagasan gila.
  186. Rokok putih sebesar lidi itu untuk apa? Untuk mengorek telingaku? Tolol! Kalian seharusnya membawa serutu besar! Elukan rokok putih kecil! Biar kusumpalkan tujuh batang rokok itu ke mata kalian!
  187. Otak manusia tertindih batu ketololan! Hatiku sedih! Orang-orang golongan putih apa yang kau cari di tepi barat Telaga Gajah-mungkur! Apa kalian tidak melihat pertanda alam? Kalian bernasib buruk.
  188. Aku.... aku tidak beran....! kata Keng Han ngeri akan tetapi dia tidak dapat membohongi dirinya bahwa berbeda dengan perasaan hatinya terhadap Nio-­cu, terhadap nona berpakaian putih ini lain lagi.
  189. "Wuuttt!" Tongkatnya menyambar-nyambar, mendatangkan angin pukulan yang membuat rambut putih pengemis tua yang riap-riapan itu berkibar-kibar, dan terdengar suara berdesingan ketika tongkat menyambar.
  190. Pada saat itu terdengar bentakan nyaring lembut, Dari mana datangnya dua orang kakek yang begini jahat? Dan muncullah seorang gadis berpakaian putih yang wajah bagian bawahnya tertutup kain putihpula.
  191. Kelabang biru yang sesaat lagi akan menancap di dada Wiro terus menembus jantungnya hancur berantakan dihantam sinar putih tadi, Wiro selamat namun racun kelabang yang menancap di bahunya mulai bekerja.
  192. Wajah yang keriputan dibungkus rambut putih itu berseri, matanya bersinar-sinar, mulutnya tersenyum lebar sehingga kelihatan bahwa mulutnya tidak bergigi lagi, seperti mulut bayi yang belum tumbuh gigi.
  193. Semua mata melotot tak berkesip, semua hati tercekat pekat ketika melihat bagaimana sosok harimau putih yang tadi seolah-olah menyelubungi tubuh Wiro, kini secara aneh dan perlahan-lahan terbetot keluar.
  194. Adapun pihak Hwa I Kaipang diwakili oleh Pek Mau Lokai sendiri, kakek berusia enam puluh enam tahun yang rambutnya putih riap-riapan itu, kakek yang selalu tersenyum dan matanya yang sipit tajam sinarnya.
  195. Mayat Herman yang bermuka rusak dan Mayat Karto yang kesemuanya bermata putih berdiri seperti robot, sementara Darmini dalam dandanan Tukang Tenung dan lebih bermuka seram sedang komat-kamit membaca mantra.
  196. Kakek itu usianya sudah enam puluh lima tahun, tubuhnya jangkung kurus rambutnya itu panjang putih tiap-tiapnya dibiarkan bergantung di punggung dan kedua pundak, juga kumis dan jenggotnya sudah putih semua.
  197. Mukanya yang memang sudah putih kemerahan itu kini menjadi merah, seperti seekor bunglon yang berubah warna, matanya mencorong dan menggerakkan tangan kirinya, jari telunjuk kiri ditudingkan ke arah muka Siauw Cu.
  198. Keng Han menyambut pedang bengkok itu dan melepaskan sabuk sutera putih dan melemparkannya ke arah Cu In. Cu In menyambut senjatanya itu dan langsung saja ia menyerang kepada Tung-hai Lo-mo dengan sabuk suteranya.
  199. Medan pesta menjadi medan perkelahian! Kepala dusun dan para orang muda yang tadi sudah berkenalan dengan kelihaian Lo-­mo hanya bisa menonton sambil berdoa semoga gadis berpakaian putih itu men­dapatkan kemenangan.
  200. Gadis Mongol ini tidak menunuduk malah mengangkat muka memandang langit sehingga Shu Ta dapat melihat mulut yang agak terbuka itu dan sekilas dapat melihat rongga mulut yang merah dan deretan gigi yang putih mengkilap.
  201. Akan tetapi bagaikan bayangan saja, tubuh Souw Cu In telah meloncat ke samping dan tiba-tiba ada sinar putih mencuat dan tahu-tahu pedang di tangan Siu Lan terlibat dan te­rampas! Siu Lan terkejut dan melompat mundur.
  202. Ketika Pek Mau Lokai, sebagai wakil Hwa I Kaipang mendapat kesempatan menyambut dan ketika kakek yang rambutnya riap-riapan putih ini berdiri di panggung, dengan tongkat butut di tangan kanan, semua orang memandang kagum.
  203. Kemudian dia melom­pat ke atas batu meninggalkan Ji Koan dan melihat seorang kakek raksasa be­rambut putih bertempur melawan para perampok yang dipimpin oleh Hek Houw. Dan semua perampok telah dibunuh oleh kakek raksasa.
  204. Patih tua berkumis dan berjanggut putih ini membuka pembicaraan dengan berkata: Keadaan dibeberapa desa di pinggiran Kotaraja semakin tidak karuan Sri Baginda. Puluhan bahkan ratusan pendu-duk-menemui ajal secara mengenaskan.
  205. Orang tua aneh ini memiliki sepasang mata kebiru-biruan memegang sebuah tongkat kayu putih di tangan kiri sedang tangan kanannya mengusap-usap leher seekor harimau besar berbulu putih yang memiliki sepasang mata berwarna hijau.
  206. Mereka hanya membutuhkan tanah merah untuk menghasilkan warna merah, untuk menghasilkan warna putih mereka membuatnya dari kulit kerang yang sudah dihaluskan, sedangkan warna hitam mereka hasilkan dari arang kayu yang dihaluskan.
  207. Kakek itu tersenyum dan mengelus jenggotnya yang putih sambil memandang kepada Cu Goan Ciang. "Goan Ciang, selama beberapa bulan ini, hampir semua ilmu andalanku telah kuajarkan kepadamu dan engkau telah memperoleh kemajuan pesat."
  208. Orangtua bilang mimpi itu kembangnya tidur, tapi orangtua juga bilang mimpi itu—mimpiku yang sering berjumpa orang tua berwajah lurus berambut putih berjenggot—kemudian mengajakku ngobrol adalah pertanda kemurahan, kesedihanku.
  209. Ke mana saja tangannya menyambar, tentu ada pengeroyok yang roboh dan orang yang roboh ini menggigil seperti kedingin­an, lalu berkelojotan dan mati! Seluruh tubuh mereka putih membiru dan ber­keriput seperti direndam air es saja.
  210. Bodoh. Apakah kau tidak lihat dulu mukanya yang ditutupi itu? Bukan tidak ada sebabnya ia selalu menutupi muka­nya! kata Lo-kwi. Mendengar ini, Lo­-mo lalu menurunkan tubuh Souw Cu In ke atas tanah dan tangannya menyingkap kedok putih itu.
  211. Tung-hai Lo-mo juga kewalahan menghadapi sabuk sutera putih di tangan Cu In. Dia hanya dapat memutar dayungnya sambil kadang-kadang mengelak, namun setelah lewat lima puluh jurus, ujung sabuk itu berhasil menotok pundaknya yang sebelah kanan.
  212. Subjective shot Rita, kamera berjalan makin dekat dan makin dekat pada pemain piano, pada jarak yang dekat berhenti bertepatan dengan tubuh itu membalik... Herman dengan mukanya yang rusak, matanya membelalak putih semua, menatap tajam pada Rita.
  213. Di dalam rumah, ketika dikejauhan terdengar derap kaki lima perajurit Kadipaten itu, seorang lelaki tua berambut putih memegang bahu seorang pemuda berusia dua puluh tahun seraya berkata: Anakku A c! mimpiku semalam mungkin akan menjadi kenyataai.
  214. Sejak ia dipaksa mengikuti Tay-lek Kwi-ong, ia sengaja menggosok kedua pipinya sehingga warna kecoklatan buatan itu luntur dan nampak kedua pipinya putih kemerahan, juga ia tidak lagi menggunakan suara pria, melainkan menggunakan suaranya sendiri.
  215. Namun pernah pula ia hadir dengan ramah dan berbaik hati berseragam putih dengan berkalung stateskop di lehernya, sembari mengucapkan "maafkan saya, saya sudah berusaha sebisa mungkin" kepada orangtua yang anaknya mengakhiri hidupnya di rumah sakit.
  216. Adapun kakek kedua adalah seorang berusia enam puluh­an tahun, bertubuh tinggi kurus, tangan kanan memegang sebatang dayung baja dan lengan kirinya memanggul tubuh seorang wanita yang pakaiannya serba pu­tih dan mukanya tertutup topeng sutera putih pula.
  217.  Pada malam kedua, sesosok bayangan putih barkelebat di atas pagar tembok di belakang rumah Hartawan Ji. Bayangan ini bukan lain adalah Cu In. Setelah mendapatkan keterangan dari The-ciangkun di mana letak rumah Hartawan Ji, Cu In datang berkunjung pada malam itu.
  218. Keng Han tentu sudah tewas akibat pukulan kakek raksasa berambut putih yang menamakan dirinya Swat-hai Lo­kwi itu, pukulan yang mengandung hawa sinkang dingin sekali, membuat orang yang dipukulnya mati beku, karena te­naga sinkang anak itu belum mampu melawannya.
  219. Seorang kakek yang tubuhnya tinggi be­sar seperti raksasa, yang semua rambut­nya sudah putih seperti kapas, sedang mengamuk dikeroyok oleh kurang lebih tiga puluh orang yang dia kenali dipimpin oleh si Harimau Hitam yang pernah di­hajarnya di dusun para nelayan itu.
  220. MESKIPUN koran-koran terbit setiap hari, dan televisi serta radio memancarkan siaran dari pagi sampai pagi lagi, dalam sebulan ini, Joko Parepare merasa tidak membaca, tidak melihat, dan tidak mendengar apa -apa. Halaman koran dan layar televisi, semuanya seperti putih saja.
  221. Dia lalu menangkis dengan pedang pen­deknya, akan tetapi alangkah kagetnya ketika pedangnya tahu-tahu terlibat su­tera putih yang panjang dan juga tubuh­nya terlibat dan tahu-tahu dia telah di­buat tidak berdaya, terbalut kain sutera putih yang dilepas orang yang baru da­tang.
  222. Diujung belakang rumah bayangan putih itu berlari, kemudian hilang kebalik rumah, bentuk sosok tubuh itu seperti yang pernah Rita lihat ketika Tommy omong-omong diluar rumah malam-malam, Rita bergidik, dia menjadi gelisah, mengawasi sekeliling lagi, ketika tiba-tiba sebuah tangan menepuk bahunya.
  223. Ang Hwa Nio-nio mempunyai dua orang murid wanita, yang pertama adalah Siang Bi Kiok yang ber­juluk Bi-kiam Nio-cu itu dan yang kedua bernama Souw Cu In yang pernah dilihat Keng Han bertemu dengan Bi-kiam Nio­cu, yaitu gadis yang berpakaian putih dan wajah bagian bawahnya tertutup saputangan putih pula.
  224. Enak betul kau menimpakan kesalahan pada orang lain! Aku memintanya ke sini bukan untuk berkasih-kasihan seperti yang kau lakukan di tepi telaga! Tapi untuk mengobati kutuk yang menimpa dirinya dengan senjata ini! Lalu ada suara berdesing disertai memancarnya sinar putih dan menebarnya hawa sangat dingin.
  225. Ha-ha­ha, baik sekali! Jadi taruhan kita ada dua, mengenai muka gadis ini dan siapa yang lebih dulu menyingkap cadar! Ke­duanya lalu menerjang maju dan tangan mereka meraih untuk menyambar cadar putih yang menutupi muka Cu In. Laki-­laki ketiga yang berwajah tampan itu masih memandang dengan tidak peduli.
  226. Kakek yang usianya sudah tujuh puluh tahun lebih itu memang benar adalah Swat-hai Lo-kwi, kakek yang dulu ber­temu dengan Keng Han di Pulau Hantu. Adapun kakek kedua yang menawan Souw Cu In, gadis berpakaian putih itu adalah Tung-hai Lo-mo. Kedua orang kakek ini sedang berjalan seiring menuju ke Bu-­tong-san.
  227. Hanya bedanya, kalau Siang Bi Kiok atau Bi­-kiam Nio-cu diajar menotok dengan jari tangan, Souw Cu In melakukan totokan­-totokan dengan ujung sabuk suteranya! Karena kini tidak lagi dibantu Lo-kwi yang sibuk sendiri melawan pemuda itu, Lo-mo menjadi kewalahan dan segera terdesak oleh gadis berpakaian putih itu.
  228. Sebetulnya siapakah datuk yang kini bertempat tinggal di Bukit Menjangan itu? Kalau saja ada yang berani dan mampu naik menyelidiki, dia akan me­lihat sebuah pondok bambu berada di puncak bukit dan yang tinggal di situ adalah seorang laki-laki raksasa yang rambutnya sudah putih semua dan usia­nya sudah tujuh puluh lima tahun lebih.
  229. Ketika dari jauh melihat per­kelahian itu, jantungnya berdebar penuh kegembiraan dan ketegangan karena seorang wanita yang berpakaian putih ber­senjata sabuk sutera putih itu siapa lagi kalau bukan Souw Cu In? Melihat orang yang dirindukannya ini hatinya merasa girang sekali, akan tetapi juga tegang melihat betapa lawan bibi gurunya itu amat tangguh.
  230. Proses persiapan kelengkapan administrasi untuk pengiriman produk, yaitu staff administrasi mencetak surat jalan pada menu Sales I Divisonl Sub I PO I Surat Jalan dan memo pada menu Sales I Divison I Sub I PO I Memo dan menyiapkan lembar invoice berwarna putih bagi konsumen yang telah membayar DP, atau lembar berwarna merah bagi konsumen yang telah membayar lunas.
  231. Dengan uring-uringan Bi-kiam Nio­cu diam saja dan gadis berpakaian putih itu lalu menarik kembali sabuknya yang lepas dari tubuh Keng Han. Pemuda itu telah bebas dan dia tidak tahu harus berkata apa. Akan tetapi mengingat ban­tuan Bi-kiam Nio-cu kepadanya dia lalu memberi hormat kepada wanita itu dan berkata, Nio-cu, banyak terima kasih kuucapkan atas bantuanmu selama ini.
  232. Bibi guru telah datang! Kalian tidak akan memaksaku untuk kawin! katanya dan dia menghampiri Cu In. Toat-beng Kiam-sian Lo Cit memandang penuh perhatian dan semakin heran mendengar Keng Han menyebut bibi guru, kepada seorang gadis yang berpakaian putih dan mukanya bagian bawah tertutup sutera putih! Teringatlah dia kepada Bi-kiam Nio-cu yang dahulu disebut subo oleh pemuda ini.
  233. Bagaimana gadis berpakaian putih itu sampai jatuh ke tangan Tung-hai Lo­mo? Gadis itu adalah murid Ang Hwa Nio-nio, murid ke dua akan tetapi karena ia lebih berbakat dan lebih disayang oleh Ang Hwa Nio-nio maka dalam hal ilmu silat, ia leblh lihai dari sucinya, Siang Bi Kiok atau Bi-kiam Nio-cu. Akan tetapi ia yang begitu lihai bagaimana sampai dapat ditawan dua orang kakek datuk sesat itu?
  234. Melihat gelagat yang tidak baik ini, Cu In sudah meluncurkan sabuk suteranya yang ber­ubah menjadi sinar putih menyerang kearah Lo Siu Lan. Siu Lan terkejut akan tetapi tidak sempat mengelak dan tahu-­tahu pinggangnya telah terlibat ujung sabuk dan sekali Cu In menarik, tubuh Siu Lan terdorong ke arahnya dan ia sudah menangkap gadis itu dan menodong­kan jari-jari tangan kirinya ke atas ubun-­ubun kepala Siu Lan.
  235. Baru dilihat dari rambutnya yang hitam pan­jang dan ikal mayang, melihat sinom (anak rambut) yang melingkar-lingkar di dahi dan pelipisnya, dahi yang halus dan putih mulus alis yang seperti dilukis seorang pelukis pandai, melengkung dan kecil hitam, mata yang bagaikan sepasang bintang kejora, tulang pipi yang agak menonjol dan selalu kemerahan bukan oleh pemerah muka, itu saja sudah menunjukkan kecantikan yang luar biasa.
  236. Sepasang bibir lembut itu merekah dan nampak kilatan gigi yang berderet rapi dan putih dan karena mulut itu agak ternganga ketika senyum, nampak rongga mulut yang kemerahan dan ujung lidah yang merah muda. "Engkau tahu bahwa ia keracunan hebat? Akan tetapi engkau tentu tidak tahu bahwa kalau ia tidak mendapatkan obat penawar yang ampuh, dalam waktu tiga hari ia pasti akan mati dan tidak ada obat apapun di dunia yang akan mampu menyembuhkannya."
  237. Tidak! Kita berikhtiar sekuat kemampuan kita untuk mendapatkan yang terbaik, akan tetapi dengan landasan penyerahan seutuhnya sehingga apa pun yang kita hasilkan, itulah anugerah dari Tuhan. Bahkan ke­gagalan dalam usaha kita pun merupakan anugerah terselubung dan kesalahannya harus kita cari dalam sepak terjang kita sendiri!Pagi itu udara amat cerah, matahari pagi hangat dan cerah, langit bersih hanya terdapat sedikit awan putih yang berarak dengan indahnya.
  238. Akan tetapi bagian atas dari muka itu, dari hidung ke atas yang nam­pak saja sudah membuat Keng Han ter­pesona! Hidung mancung lurus, sepasang mata yang bersinar-sinar seperti mata burung Hong dan memiliki sinar lembut, dihiasi sepasang alis mata yang kecil melengkung hitam, anak rambut yang melingkar di dahi dan pelipis, rambut yang hitam panjang dan disanggul dan diberi pita putih, semua itu sudah cukup membuat Keng Han mengakui dalam hati bahwa dia belum pernah melihat yang seindah itu! Tubuhnya tertutup pakaian yang serba putih dari sutera halus, dan hanya sepatunya saja yang hitam.
  239. Aku kira kau akan menyerah Kalah, Pasrah Tapi kau malah tegar Menang, Ikhlas Padamulanya kusangsikan Namun jelasnya raut wajahmu menunjukkan kekuatan Bahwa kau tak mudah ditaklukan Apalagi hanya sekedar sedikit badai Ahh, aku memang keliru Aku ceroboh terlalu terburu - buru menarik simpul Kau tak selemah itu Kau bahkan lebih kokoh dari karang yang dihantam gelombang Kau bahkan lebih kuat dari gunung yang dihentak gempa Kau sadar ini goncangan Setidaknya membuat sekitar bergetar Tapi senyummu cukup memberi isyarat Bahwa kau tegar, Bahwa kau tak gentar Bahwa kau tak gemetar Meski cobaan membadai, menggelegar Tak bisa, aku bahkan tak bisa setegar itu Sungguh, jiwa itu terlalu putih Terlalu suci untuk sekedar kecewa Kau tak bisa jatuh hanya karena setitik riak dalam selaksa jiwamu Luar biasa Ketegaranmu mempesona...
Bagaimana sobat? mudah-mudahan kalimat di atas dapat membantu kaian. Jika punya kalimat lain, silahkan sobat tambahkan di kotak komentar.

No comments:

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.