Tuesday 8 September 2015

Kali ini kita akan membahas tentang Klasifikasi dan Mengevaluasi Teks Pantun. Semoga artikel ini bermanfaat, aamiin.

Klasifikasi dan Mengevaluasi Teks Pantun

Terdapat klasifikasi teks pantun yang bervariasi berdasarkan isinya: pantun suka cita; pantun duka cita; pantun nasib; pantun perkenalan; pantun berkasih-kasihan; pantun perpisahan; pantun beriba hati; pantun jenaka; pantun teka-teki; pantun nasihat; pantun adat; serta pantun agama.

Mengevaluasi Teks Pantun

Pada pantun lama, sampiran dan isi mempunyai hubungan yang sangat erat. Pantun berikut ini, misalnya, memperlihatkan hal itu.

Jika ada sumur di ladang,
bolehlah kita menumpang mandi.
Jika ada umur yang panjang,
bolehlah kita berjumpa lagi.

Hubungan antara sampiran dan isi pada pantun itu tidak hanya pada kesamaan rima: ng/i/ng/i, tetapi juga terletak pada kandungan maknanya. Kemungkinan seseorang dapat menumpang mandi (baris kedua) dan dapat bersua lagi (baris keempat) ditentukan oleh dua hal yang mempunyai kadar ketermungkinannya sama: keberadaan sumur di ladang (baris pertama) dan keberadan umur yang panjang (baris ketiga). Padahal, semua orang tahu bahwa tidak semua ladang mempunyai sumur dan tidak semua orang mempunyai umur (yang panjang). Keberadaan sumur di ladang yang memungkinkan orang dapat menumpang mandi (sampiran), dengan demikian, sangat berkorelasi dengan keberadaan umur panjang yang memungkinkan orang dapat berjumpa lagi (isi). Dengan kata lain, jika tidak ada sumur di ladang dan tidak ada umur yang panjang, harapan (orang) untuk dapat menumpang mandi dan dapat berjumpa lagi itu pun akan sirna.

Dalam perkembangannya (terutama pada pantun modern), hubungan antara sampiran dan isi pantun tidaklah erat, bahkan tidak mempunyai hubungan secara subtansi. Oleh sebab itu, walaupun secara subtansi tidak berhubungan, sampiran pantun berikut ini tetap dapat membayangkan isinya.

Air dalam bertambah dalam,
hujan di hulu belum lagi teduh.
Hari kelam bertambah kelam,
sakit di dada belum lagi sembuh.

Berbeda halnya dengan pantun berikut ini.

Anak Pak Dolah makan lepat,
makan lepat sambil melompat.
Nak hantar kad raya dah tak sempat,
pakai sms pun ok wat?

Klasifikasi dan Mengevaluasi Teks PantunDalam pantun itu, sampiran (Anak Pak Dolah makan lepat/makan lepat sambil melompat) benar-benar hanya berfungsi sebagai penyedia rima/sajak dan irama untuk isi (nak hantar kad raya dah tidak sempat/pakai sms pun ok wat?). Kesan mempermudah pemahaman isi sama sekali tidak tampak sebab pilihan katanya terlalu liar, tidak menyarankan sesuatu. Dengan kata lain, pada kebanyakan pantun modern, sampiran dibuat secara asal-asalan (hanya sebagai pelengkap) dan tidak lagi merupakan pembayang isi yang mencerminkan kearifan dan kepiawaian seseorang dalam memahami perilaku alam/suasana sekitar (sebagai latar) yang dijalin dengan penuh logika, wawasan, kewajaran, keindahan, dan perpaduan yang masuk akal (Ensiklopedia Sastra Riau, 2011).

Tugas kalian selanjutnya adalah mengevaluasi beberapa teks pantun berikut berdasarkan struktur teks yang berkaitan dengan ciri kebahasaannya, serta makna yang terkandung di dalam teks itu.

  • Menurut kalian bagaimana hubungan sampiran dan isi yang menjadi struktur beberapa teks pantun berikut? 
  • Apakah secara substansi, keduanya saling berkaitan?
  • Apakah fungsi masing-masing sampiran pada teks pantun yang ada mempermudah pemahaman isi?
  • Dalam setiap bait teks pantun yang ada berikut, apakah sudah mempunyai rima teks pantun yang ideal, dan apabila dilantunkan akan menghasilkan ritme yang indah?
  • Cobalah kalian tentukan klasifikasi pantun berikut dan tafsirkan masing-masing makna isi teks pantun yang ada berikut!

Kuda perang berpacu kencang,
kuda beban berjalan pelan.
Maafkan aku berteriak lantang,
mohon maafkan segala kesalahan.

Bunga kenanga di atas kubur,
pucuk sari pandan jawa.
Apa guna sombong dan takabur,
rusak hati badan binasa.


Buah langsat kuning cerah,
keduduk tidak berbunga lagi.
Sudah dapat gading bertuah,
tanduk tidak berguna lagi.

Berburu ke padang datar,
dapat rusa belang kaki.
Berguru kepalang ajar,
bagai bunga kembang tak jadi.

Embacang masak mempelam manis,
makanan anak bidadari.
Bintang terisak bulan menangis,
hendak bertemu si matahari.

Pokok pakis tumbuh di hutan,
tumbang melepa di atas duri.
Pulau menangis kering lautan,
ikan juga menghempas diri.

Kemumu di dalam semak,
jatuh melayang seleranya.
Mesti ilmu setinggi tegak,
tidak sembahyang apa gunanya.

Mari kita mencari zaitun,
tiada zaitun pinang pun jadi.
Tanjungpinang negeri pantun,
indah permai cantik berseri.

Kalau mengail di lubuk dangkal,
dapat ikan penuh seraga.
Kalau kail panjang sejengkal,
jangan laut hendak diduga.



No comments:

Post a Comment

Note: only a member of this blog may post a comment.